Dampak Spin Off Bagi Pekerja

Dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang No 44 tahun 2009, yakni per tanggal 28 Oktober 2011, seluruh rumah sakit di Indonesia harus melakukan penyesuaian-penyesuaian berdasarkan Undang-undang tersebut. Beberapa hal yang mesti disesuaikan, salah satu diantaranya adalah berkenaan dengan status badan hukum.

Rumah sakit bisa didirikan oleh pemerintah (pusat), pemerintah daerah dan swasta.


Rumah sakit yang didirikan oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari suatu instansi yang bertugas di bidang kesehatan, instansi tertentu atau lembaga teknis daerah dengan pengelolaan badan layanan umum atau badan layanan umum daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan untuk rumah sakit swasta, harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Pada umumnya kegiatan usaha ini dapat dilihat dari akta pendirian badan hukum rumah sakit tersebut.

Sebagaimana diketahui, terdapat beberapa bentuk badan hukum yang diatur dalam perundang-undangan, diantaranya adalah, yayasan, perkumpulan dan perseroan terbatas (PT).

Sebelum diundangkannya Undang-undang rumah sakit, banyak rumah sakit swasta yang merupakan unit usaha dari suatu perusahaan (PT) yang tidak secara khusus memiliki lingkup kegiatan di bidang rumah sakit. Misalnya, perusahaan BUMN yang memiliki beberapa rumah sakit yang dikelola secara profit sebagai unit usaha perusahaan BUMN tersebut.

Dengan diundangkannya Undang-undang rumah sakit, maka rumah sakit-rumah sakit demikian harus melakukan penyesuaian dengan membentuk badan hukum tersendiri, terpisah dari perusahaan induknya. Secara bahasa praktek aksi korporasi ini disebut sebagai spin off.

Hal inilah yang dapat mempengaruhi hubungan ketenagakerjaan.

Secara normative, Undang-undang ketenagakerjaan tidak menyinggung perubahan hubungan ketenagakerjaan yang diakibatkan oleh spin off ini mengingat spin off merupakan sesuatu yang relative baru. Namun secara prinsip dapat diambil dari ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas. Walaupun harus diakui, undang-undang Perseroan Terbatas juga tidak memberikan penjelasan yang memadai berkaitan dengan spin off ini.

Prinsip tersebut adalah bahwa spin off tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan karyawan (pekerja). Frase memperhatikan kepentingan pekerja” ini merujuk bahwa aksi korporasi spin off tidak boleh merugikan kepentingan pekerja, baik yang menyangkut hak-hak normative serta hak-hak ketenagakerjaan yang lain.

Berikut beberapa dampak dari aksi korporasi spinoff terhadap aspek ketenagakerjaan, diantaranya :
a.        Status ketenagakerjaan
Hubungan ketenagakerjaan tidak lagi terjalin antara pekerja dengan perusahaan induk, melainkan antara pekerja dengan Badan Hukum hasil spin off. Dalam hal ini Badan Hukum hasil spin off bertindak sebagai pemberi kerja.

Terhadap pekerja kontrak (kalau ada) harus dilakukan pembaruan kontrak kerja yakni antara pekerja yang bersangkutan dengan Badan Hukum baru hasil spin off;

b.       Perhitungan masa kerja
Masa kerja diperhitungkan sejak pertama kali pekerja tercatat sebagai pekerja perusahaan induk. Hal ini tidak berlaku terhadap pekerja yang baru direkrut setelah dilakukannya spin off;

c.        Peraturan perusahaan
Dilakukanny aspin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib membuat peraturan perusahaan baru yang disusun dengan mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Rumah Sakit;

d.       PerjanjianKerja
Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib membuat perjanjian kerja baru terhadap pekerja yang akan direkrut yang disusun dengan mengacu pada ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Rumah Sakit;

e.        Perjanjian Kerja Bersama
Dilakukannya spin off, secara hukum Badan Hukum hasil spin off merupakan entitas hukum baru yang sama sekali terpisah dengan perusahaan induk. Dengan demikian Badan Hukum baru hasil spin off wajib membuat perjanjian kerja bersama baru yang disusun dengan mengacu ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU Rumah Sakit;

f.         Kesejahteraan karyawan
Bahwa perbuatan hukum spin off  yang dilakukan harus memperhatikan kepentingan pekerja, sehingga sedapat mungkin spin off tersebut tidak mengakibatkan penurunan upah, kesejahteraan dan perlindungan sebagaimana yang mereka terima di perusahaan induk.

Dalam hal badan hukum hasil spin off menyatakan tidak mampu untuk memenuhi standar upah, kesejahteraan dan perlindungan, maka dapat dilakukan negosiasi dengan pihak karyawan untuk mencapai kesepakatan;

g.        Serikat kerja
Sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan, membentuk dan menjadi anggota suatu serikat pekerja merupakan hak pekerja. Namun demikian, serikat pekerja yang tercatat sebagai serikat pekerja di perusahaan induk (jika ada) tidak dapat melaksanakan kegiatan di lingkungan badan hukum hasil spin off, melainkan harus membentuk suatu serikat pekerja baru yang tercatat secara resmi di Dinas Ketenagakerjaan, sebagai serikat pekerja di badan hukum hasil spin off; (Saiful Arif)

(tenk)

Postingan Populer