SERIKAT PEKERJA DAN OUTSOURCHING
Nama saya Gunardi 36 tahun, bekerja di perusahaan PT MBA di Gresik-Jawa
Timur. Saya telah bekerja selama 7 tahun lebih, namun Saya adalah pekerja outsourching di perusahaan tersebut. Saya mendirikan sebuah serikat pekerja, karena Saya melihat ada
beberapa praktek yang tidak sesuai dengan hukum ketenagakerjaan, terutama terkait
dengan penggunaan tenaga outsourcing.
Saya mendeklarasikan serikat pekerja tersebut dengan nama Serikat Pekerja
PT MBA. Perjuangan utama kami adalah memperjuangkan agar para pekerja
outsourcing dapat diakui sebagai pekerja tetap di PT MBA, karena bidang
pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaan utama (bukan pekerjaan
pendukung) serta masa kerja yang hampir semuanya di atas 3 tahun.
Perjuangan tersebut mendapatkan dukungan dari Disnaker Gresik, dan memberikan nomor register serikat pekerja dan meminta agar PT MBA untuk memenuhi tuntutan tersebut. Namun PT MBA tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut secara sekaligus, tapi secara bertahap. Di sisi yang lain PT MBA juga mengajukan keberatan atas nama serikat kami yang menggunakan nama ‘PT MBA’ sebagai bagian nama serikat, Serikat Pekerja PT MBA.
Perjuangan tersebut mendapatkan dukungan dari Disnaker Gresik, dan memberikan nomor register serikat pekerja dan meminta agar PT MBA untuk memenuhi tuntutan tersebut. Namun PT MBA tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut secara sekaligus, tapi secara bertahap. Di sisi yang lain PT MBA juga mengajukan keberatan atas nama serikat kami yang menggunakan nama ‘PT MBA’ sebagai bagian nama serikat, Serikat Pekerja PT MBA.
Pertama, apakah penggunaan tenaga outsourcing untuk pekerjaan utama dapat
dibenarkan secara hukum? apa konsekuensi hukumnya?
Kedua, sebagai tenaga outsourcing, apakah Kami tidak dapat menggunakan nama
perusahaan tempat Kami bekerja di dalam nama serikat Kami?
Jawaban:
Pak Gunardi yang baik. Kita semua mengakui bahwa tidak semua norma-norma
ketenagakerjaan dilaksanakan dengan baik, termasuk norma tentang penggunaan
tenaga outsourcing. Banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang tidak perlu lagi
dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Kita tahu bahwa pengggunaan pemborongan kerja (outsourcing) hanya dapat dilakukan
berdasarkan pembatasan-pembatasan yang diatur dalam perundang-undangan.
Diantaranya, tidak dapat dilakukan pada pekerjaan utama dan tidak melebihi
batas waktu yang ditentukan.
Apa yang dimaksud sebagai pekerjaan utama? Sayangnya hukum tidak menentukan
bidang pekerjaan apa saja yang digolongkan sebagai pekerjaan utama dan
pekerjaan pendukung. Sehingga prakteknya, banyak muncul penafsiran.
Undang-undang memberikan batasan pekerjaan utama adalah pekerjaan yang
apabila tidak dilakukan, maka akan mengganggu proses produksi. Sebaliknya
pekerjaan pendukung adalah pekerjaan yang apabila tidak dilakukan tidak akan
mengganggu proses produksi.
Penentuan mana yang termasuk pekerjaan utama dan pendukung dapat dilihat
dari alur produksi sebuah perusahaan. Tidak selamanya tenaga cleaning servis harus atau otomatis
sebagai pekerjaan outsourcing, tergantung jenis usaha perusahaan. Bagi
perusahaan yang ‘memproduksi’ jasa kenyamanan kepada konsumennya (seperti
hotel, restoran dan lain-lain), maka cleaning servis dapat digolongkan dalam
alur produksi sebagai pekerjaan utama.
Prinsipnya, pelaksanaan outsourcing yang dilakukan untuk pekerjaan utama,
maka demi hukum status hukum pekerja outsourcing tersebut beralih menjadi
pekerja tetap di perusahaan pemberi kerja.
Frase ‘demi hukum’ perlu mendapatkan perhatian khusus, karena banyak yang
mendefinisikan sebagai ‘otomatis’. Frase ‘demi hukum’ tidak dapat diartikan
sebagai otomatis, namun tetap harus dilakukan pembuktian dalam proses
persidangan, untuk membuktikan apakah pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan
utama atau pendukung.
Jika terbukti, pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang seharusnya
tidak dapat di outsourcing maka hakim akan menentukan sebagai ‘demi hukum’
menjadi pekerja tetap di perusahaan pemberi kerja. Hak-hak ketenagakerjaan akan
dihitung sejak ia melakukan pekerjaan yang dinyatakan sebagai pekerjaan yang
tidak dapat di-outsourcing.
Mengenai penggunaan nama serikat, pada prinsipnya hak berserikat adalah hak
yang tidak dapat diganggu, dikurangi atau dibatasi oleh siapapun dan dengan
cara apapun. Pelanggaran atas ketentuan ini merupakan tindak pidana yang
serius.
Namun demikian, tidak dapat juga diartikan kebebasan berserikat ini dapat
dilakukan dengan cara mengurangi hak orang lain.
Saya melihat, sepanjang hubungan hukum outsourcing belum dibatalkan oleh
suatu putusan pengadilan, maka bagaimanapun juga tidak ada hubungan hukum
secara langsung antara Anda dengan PT MBA, tetapi Anda dengan perusahaan outsourcing.
Sehingga wajar apabila PT MBA menyatakan keberatan terhadap penggunaan nama
PT MBA dalam serikat pekerja yang Anda dirikan. Bukan dalam rangka mengurangi
atau membatasi hak berserikat, namun untuk melindungi hak ekslusif terhadap
nama PT MBA yang sangat mungkin telah terdaftar sebagai suatu identitas
perusahaan.
(tenk)