PERSIAPAN MENGHADAPI SIDANG PERCERAIAN
Tidak ada orang yang berencana untuk bercerai, namun
dalam hal tertentu perceraian tetap bisa saja terjadi pada setiap orang. Dalam
ajaran agama, perceraian merupakan hal yang tidak baik, bahkan dalam agama
tertentu perceraian itu dilarang. Namun dalam konteks hukum negara, perceraian
dapat dianggap sebagai solusi atas persoalan-persoalan dalam rumah tangga yang
tidak dapat diselesaikan.
Anda tidak perlu terlalu panik apabila Anda menghadapi
situasi di ambang perceraian, baik dalam posisi digugat atau menggugat. Jika Anda
memiliki niat untuk mempertahankan rumah tangga, Anda justru dapat memanfaatkan
proses perceraian ini untuk melakukan dialog penyelesaian dengan pasangan Anda
melalui proses persidangan tersebut.
Namun demikian, Anda tetap harus mempersiapkan segala hal untuk mengahadapi persidangan cerai, baik yang bersifat psikologis, teknis hukum maupun anggaran.
Namun demikian, Anda tetap harus mempersiapkan segala hal untuk mengahadapi persidangan cerai, baik yang bersifat psikologis, teknis hukum maupun anggaran.
Secara
psikologis, Anda harus mempersiapkan mental Anda untuk menghadapi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, termasuk kemungkinan terburuk
sekalipun, yakni perubahan-perubahan situasi pasca perceraian yang menyangkut
hubungan Anda dengan pasangan, harta bersama, anak hingga hubungan Anda dengan
keluarga mantan pasangan. Tentu hal tersebut bukan persoalan yang mudah,
apalagi jika usia perkawinan berjalan puluhan tahun.
Anda juga harus menyiapkan diri untuk menghadapi proses
persidangan yang mungkin akan berjalan sangat lama dan bertele-tele yang bisa
mengganggu atau membebani hidup Anda.
Secara teknis
hukum, Anda harus mengetahui prosedur atau mekanisme dalam
proses persidangan perceraian. Proses persidangan perceraian secara umum
dilakukan sebagaimana persidangan-persidangan perdata lainya, yang tentunya
terdapat tahapan-tahapan tertentu yang harus dilalui, mulai dari pendaftaran
gugatan, pemanggilan, mediasi, pembuktian, putusan hingga eksekusi.
Dalam menghadapi persidangan ini, Anda dapat
menghadapinya sendiri atau bisa juga memberikan kuasa kepada pengacara/advokat.
Jika Anda mengetahui dan memahami proses persidangan, akan lebih baik Anda
menghadapi sendiri persidangan ini. Anda dapat mempelajari proses persidangan
ini dengan membaca buku-buku atau perundang-undangan yang mengatur tentang
perkawinan dan perceraian, atau Anda dapat melakukan konsultasi hukum kepada
orang yang berpengalaman terhadap persoalan ini atau lembaga-lembaga yang
menyediakan layanan konsultasi hukum.
Jika Anda memutuskan untuk memberikan kuasa kepada
pengacara/advokat, pastikan Anda memilih pengacara/advokat yang memiliki
kapasitas dan kredibilitas yang baik. Jangan memilih pengacara/advokat hanya
berdasarkan penampilan saja. Tanyakan sebanyak-banyaknya informasi tentang
mekanisme persidangan, bukti-bukti yang harus disiapkan, hak dan kewajiban Anda
sebagai klien hingga kemungkinan-kemungkinan terburuk putusan persidangan.
Secara
materi, Anda harus persiapkan untuk kebutuhan-kebutuhan untuk
menghadapi persidangan ini. Jika Anda pada posisi digugat, kebutuhan materi
yang perlu dipersiapkan relatif tidak terlalu besar dibandingkan jika Anda pada
posisi menggugat. Setidaknya terdapat dua pos pengeluaran, yakni: untuk
kebutuhan pengadilan dan untuk kebutuhan Anda dalam menghadapi persidangan.
Jika Anda memutuskan untuk menggunakan tenaga
pengacara/advokat, tentu anggaran yang harus disiapkan menjadi lebih besar.
Bahkan terkadang kebutuhan untuk tenaga pengacara/advokat ini lebih besar dari
kebutuhan anggaran yang lainnya, namun dengan memberikan kuasa kepada
pengacara/advokat Anda dapat tetap melakukan aktivitas sehari-hari tanpa harus
menghadiri setiap persidangan.
GAMBARAN PERSIDANGAN
PERCERAIAN
Perlu Anda ketahui bahwa untuk mengajukan perceraian, Anda tidak dapat
melakukan di sembarang pengadilan. Jika Anda beragama Islam, maka proses
perceraian hanya dapat dilakukan di Pengadilan Agama. Jika Anda beragama
non-Islam, maka Anda hanya dapat mengajukannya di Pengadilan Negeri.
Secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara Pengadilan Agama
dan Pengadilan Negeri. Bahkan hukum acara yang berlaku di kedua pengadilan
tersebut adalah sama, yakni hukum acara perdata. Namun jika Anda salah
mengajukan gugatan, gugatan Anda dapat ditolak.
Di dalam proses persidangan (diruang sidang) hanya ada 4 pihak yang
diperbolehkan masuk di ruang sidang, yakni:
1. majelis hakim (terdiri dari 3 orang)
2. panitera (bertugas sebagai administrasi
persidangan)
3. pihak pemohon/penggugat (atau kuasanya)
4. Anda (atau kuasa).
Selain itu tidak ada yang boleh masuk di dalam ruang sidang karena
persidangan cerai dilakukan secara tertutup untuk umum.
Proses persidangan akan diawali dengan mediasi yang dipimpin oleh hakim
mediator. Sebaiknya Anda menggunakan kesempatan mediasi untuk melakukan upaya
penyelesaian atau perdamaian dengan pasangan Anda. Di dalam proses mediasi ini,
singkirkan dulu konflik atau argumentasi-argumentasi hukum yang ada dalam
gugatan, tapi lebih fokus untuk menemukan solusi penyelesaian yang terbaik bagi
kedua belah pihak tanpa harus mengorbankan perkawinan.
Kalaupun upaya ini gagal, maka proses persidangan akan dilanjutkan
sebagaimana mestinya. Sungguhpun demikian, Anda masih memiliki kesempatan untuk
melakukan perdamaian dengan pasangan Anda, sepanjang belum dibacakan putusan.
Secara umum, terdapat 3 (tiga) tingkatan peradilan yakni:
1. Pengadilan agama/negeri (pengadilan tingkat
pertama)
2. Pengadilan tinggi (pengadilan tingkat banding)
3. Mahkamah Agung (pengadilan tingkat kasasi)
Tentu saja tidak semua peradilan tersebut harus dilalui, tergantung para
pihak dalam melakukan upaya hukum.
Pengadilan tingkat pertama rata-rata dilakukan sebanyak 5-8 kali sidang,
tergantung sederhana atau rumit perkara. Dalam durasi waktu agenda sidang dapat
memakan waktu antara 3-5 bulan, atau maksimal 6 bulan.
Selanjutnya masing-masing pihak memiliki hak untuk melakukan banding
apabila tidak puas dengan putusan pengadilan tingkat pertama, yakni ke
Pengadilan Tinggi. Jika masih tidak paus masih ada upaya hukum terakhir, yakni
kasasi di Mahkamah Agung. Jika proses ini dilalui semua, proses perceraian
dapat berlangsung selama 2-3 tahun.
Prosedur Mengajukan
Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama
Bila Anda merasa bahwa
perkawinan Anda tidak dapat dipertahankan lagi dan memutuskan untuk bercerai,
langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mengajukan gugatan/permohonan. Bagi
yang beragama Islam, gugatan/permohonan ini dapat diajukan di Pengadilan Agama
(Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum PP No 9/1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 tahun
1974 tentang Perkawinan).
1. Dimana Gugatan Diajukan?
Untuk mengajukan gugatan perceraian, Anda atau
kuasa hukum Anda (bila anda menggunakan kuasa hukum) mendatangi Pengadilan
Agama (PA) di wilayah tempat tinggal Anda. Bila Anda tinggal di Luar Negeri,
gugatan diajukan di PA wilayah tempat tinggal pasangan. Bila Anda dan pasangan Anda
tinggal di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama di
wilayah tempat anda berdua menikah dulu, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta
Pusat (Pasal 73 UU No 7/89 tentang Peradilan Agama).
2. Alasan dalam Gugatan Perceraian
Alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan
perceraian anda di Pengadilan Agama antara lain:
a.
Suami berbuat zina, pemabuk,
pemadat, penjudi dan sebagainya;
b.
Suami meninggalkan anda selama
2 (dua) tahun berturut-turut tanpa ada ijin atau alasan yang jelas dan benar,
artinya: suami dengan sadar dan sengaja meninggalkan anda;
c.
Suami dihukum penjara selama
(lima) 5 tahun atau lebih setelah perkawinan dilangsungkan;
d.
Suami bertindak kejam dan suka
menganiaya anda;
e.
Suami tak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami karena cacat badan atau penyakit yang dideritanya;
f.
Terjadi perselisihan dan
pertengkaran terus menerus tanpa kemungkinan untuk rukun kembali;
g.
Suami melanggar taklik-talak
yang dia ucapkan saat ijab-kabul;
h.
Suami beralih agama atau
murtad yang mengakibatkan ketidaakharmonisan dalam keluarga.
(Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975)
3. Saksi dan Bukti
Anda atau kuasa hukum Anda wajib membuktikan di
pengadilan kebenaran dari alasan-alasan tersebut dengan:
- Salinan Putusan Pengadilan, jika alasan yang
dipakai adalah suami mendapat hukuman 5 (lima tahun) atau lebih (pasal 74
UU No. 7/1989 jo KHI pasal 135);
- Bukti hasil pemeriksaan dokter atas perintah
dari pengadilan, bila alasan Anda adalah suami mendapat cacat badan atau
penyakit yang menyebabkan tak mampu memenuhi kewajibannya (pasal 75 UU
7/1989);
- Keterangan dari saksi-saksi, baik yang berasal
dari keluarga atau orang-orang dekat yang mengetahui terjadinya
pertengkaran antara anda dengan suami anda (pasal 76 UU 7/1989 jo pasal
134 KHI).
4. Surat-surat yang Harus Anda siapkan
- Surat Nikah asli
- Foto kopi Surat Nikah 2 (dua) lembar,
masing-masing dibubuhi materai, kemudian dilegalisir
- Foto kopi Akte Kelahiran anak-anak (bila punya
anak), dibubuhi materai, juga dilegalisir
- Foto kopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) terbaru
Penggugat (istri)
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
Bila bersamaan dengan gugatan perceraian diajukan
pula gugatan terhadap harta bersama, maka perlu disiapkan bukti-bukti
kepemilikannya seperti sertifikat tanah (bila atas nama penggugat/pemohon),
BPKB (Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor)/STNK(Surat Tanda Nomor Kendaraan)
untuk kendaraan bermotor, kwitansi, surat jual-beli, dll.
Untuk itu, sangat penting untuk menyimpan
surat-surat berharga yang anda miliki dalam tempat yang aman.
5. Isi Surat Gugatan
- Identitas para pihak (Penggugat/Tergugat) atau persona standi in judicio,
terdiri dari nama suami dan istri (beserta bin/binti), umur, tempat
tinggal, hal ini diatur dalam pasal 67 (a) UU No. 7/1989. Identitas para
pihak ini juga disertai dengan informasi tentang agama, pekerjaan dan
status kewarganegaraan;
- Posita (dasar atau alasan gugat), disebut juga Fundamentum Petendi,
berisi keterangan berupa kronologis (urutan peristiwa) sejak mulai
perkawinan anda dengan suami anda dilangsungkan, peristiwa hukum yang ada
(misalnya: lahirnya anak-anak), hingga munculnya ketidakcocokan antara
anda dan suami yang mendorong terjadinya perceraian, dengan alasan-alasan
yang diajukan dan uraiannya yang kemudian menjadi dasar tuntutan
(petitum). Contoh posita misalnya:
·
Bahwa pada
tanggal…telah dilangsungkan perkawinan antara penggugat dan tergugat di…
·
Bahwa dari
perkawinan itu telah lahir …(jumlah) anak bernama…, lahir di…pada tanggal…
·
Bahwa
selama perkawinan antara penggugat dan tergugat sering sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran sebagai berikut…
·
Bahwa
berdasarkan alasan di atas cukup bagi penggugat mengajukan gugatan
perceraian…dst
- Petitum (tuntutan hukum), yaitu tuntutan yang
diminta oleh Istri sebagai Penggugat agar dikabulkan oleh hakim (pasal 31
PP No 9/1975, Pasal 130 HIR). Bentuk tuntutan itu misalnya:
a. Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk
seluruhnya;
b. Menyatakan perkawinan antara penggugat dan tergugat …sah
putus karena perceraian sejak dijatuhkannya putusan oleh hakim;
c. Menyatakan pihak penggugat berhak atas hak pemeliharaan
anak dan berhak atas nafkah dari tergugat terhitung sejak tanggal...sebesar
Rp....per bulan sampai penggugat menikah lagi;
d. Mewajibkan pihak tergugat membayar biaya pemeliharaan
(jika anak belum dewasa) terhitung sejak....sebesar Rp....per bulan sampai anak
mandiri/dewasa;
e. Menyatakan bahwa harta berupa....yang merupakan harta
bersama (gono-gini) menjadi hak penggugat...
f.
Menghukum
penggugat membayar biaya perkara…dst
6.
Gugatan Provisional (pasal 77
dan 78 UU No.7/89)
Sebelum putusan akhir dijatuhkan hakim, dapat
diajukan pula gugatan provisional di Pengadilan Agama untuk masalah yang perlu
kepastian segera, misalnya:
- Memberikan ijin kepada istri untuk tinggal
terpisah dengan suami.
- Ijin dapat diberikan untuk mencegah bahaya
yang mungkin timbul jika suami-istri yang bertikai tinggal serumah.
- Menentukan biaya hidup/nafkah bagi istri dan
anak-anak yang seharusnya diberikan oleh suami;
- Menentukan hal-hal lain yang diperlukan untuk
menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak;
- Menentukan hal-hal yang perlu bagi
terpeliharanya barang-barang yang menjadi harta bersama (gono-gini) atau
barang-barang yang merupakan harta bawaan masing-masing pihak sebelum
perkawinan dahulu.
BILA ANDA MASIH
RAGU-RAGU KETIKA MENYUSUN GUGATAN PERCERAIAN, ANDA DAPAT BERKONSULTASI DENGAN
SALAH SEORANG PENGACARA DI LEMBAGA-LEMBAGA BANTUAN HUKUM YANG ADA.
(kelu)