Penolakan Perkawinan

Penolakan perkawianan (ex Pasal 21 Undang-undang nomor 1 Tahun 1974) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

Pertama, calon suami istri yang akan melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila calon mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat perkawianan, maka Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dapat menolak dilangsungkannya perkawinan tersebut.

Kedua, terhadap penolakan perkawinan dari PPN, calon mempelai tersebut dapat mengajukan permohonan pencabutan surat penolakan perkawinan dari PPN kepada Pengadilan Agama.

Ketiga, Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut harus mempedomani hal-hal sebagai berikut :
  • Kedua calon mempelai atau salah satu calom mempelai yang pelaksanaan perkawinannya ditolak PPN, dapat mengajukan permohonan pencabutan surat penolakan PPN tersebut secara voluntair kepada Pengadilan Agama dalam daerah dimana PPN berkedudukan (ex Pasal 13 dan 14 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974);
  • Pengadilan Agama dalam daerah di mana PPN berkedudukan dapat mengabulkan permohonan pencabutan surat penolakan perkawinan dari PPN dan memerintahkan PPN untuk melaksanakan perkawinan kedua calon mempelai, bila menurut Pengadilan Agama surat penolakan perkawinan tersebut tidak mempunyai alasan hukum;
  • Produk Pengadilan Agama atas permohonan pencabutan surat penolakan dari PPN tersebut berbetuk penetapan. Jika pemohon tidak puas atas penetapan terbebut, Permohonan dapat mengajukan upaya hukum kasasi;
  • Dalam hal PPN tidak puas atas penetapan Pengadilan Agama tersebut, PPN dapat melakukan perlawanan terhadap penetapan tersebut.
(kelu)

Postingan Populer