Pencegahan Perkawinan

Pertama, calon suami istri yang akan melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-udang Nomor 1 Tahun 1974. Apabila calon mempelai atau salah satu calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan, maka orang tua, keluarga, wali pengampu dari calon mempelai dapat mengajukan pencegahan perkawinan kepada Pengadilan Agama.

Kedua, Pengadilan Agama dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut harus mempedomani hal-hal sebagai berikut:
  • Ayah, ibu, kakek, anak, cucu, saudara, wali nikah dan wali pengampu dari salah satu calon mempelai dapat mencegah perkawinan, apabila ada calon mempelai tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (ex Pasal 13 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974);
  • Mereka yang tersebut dalam poin di atas berhak juga mencegah perkawinan apabila salah satu seorang calon mempelai berada di bawah pengampuan (ex Pasal 14 Undan-undang Nomor 1 Tahun 1974);
  • Suami atau istri dapat mencegah perkawinan yang akan dilangsungkan oleh istri atau suaminya (ex Pasal 15 Undang-undang nomor 1 Tahun 1974);
  • Jaksa (ex Pasal 65 KUH Perdata), PPN (yurisprudensi Mahkamah Agung RI) wajib mencegah berlangsungnya perkawinan, apabila ketentuan-ketentuan dalam Pasal 7 ayat 1, Pasal 8-10 dan Pasal 12 Undang-udang Nomor 1 Tahun 1974 tidak dipenuhi (ex Pasal 16 undang-undang Nomor 1 Tahun 1974;
  • Permohonan pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan (ex pasal 17 Undang-udang Nomor1 Tahun 1974);
  • Pengadilan Agama menyampaikan salinan surat permohonan pencegahan perkawinan kepada Kantor Urusan Agama, agar Kantor Urusan Agama tidak melangsungkan perkawinan kedua belah pihak yang bersangkutan, selama proses pemeriksaan di Pengadilan Agama;
  • Proses pemeriksaan permohonan pencegahan perkawinan bersifat voluntair, produknya berupa penetapan dan atas penetapan tersebut dapat dilakukan upaya hukum kasasi oleh Pemohon;
  • Apabila permohonan pencegahan perkawinan tersebut dikabulkan, dalam waktu yang singkat Pengadilan Agama menyampaikan salinan penetapan tersebut kepada KUA dimana perkawinan itu akan dilangsungkan;
  • Kedua calon mempelai atau salah satu mempelai yang merasa keberatan atas penetapan pencegahan perkawinan tersebut, dapat mengajukan perlawanan atas penetapan tersebut kepada Pengadlan Agama yang memutus pencegahan perkawinan;
  • Proses pemeriksaan perlawanan atas penetapan pencegahan perkawinan tersebut bersifat kontensius,dan terhadap putusannya dapat dilakukan upaya banding (ex Pasal 18 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 70 KUH Perdata dan Pasal 817 dan 818 Rv).
(kelu)

Postingan Populer