JAMINAN PIDANA

Pertanyaan:
Saya Nur, umur 41 tahun. Saya memiliki suami bekerja di perusahaan distributor keramik lantai di Surabaya sebagai sales. Ia bekerja di sana sejak 4 bulan yang lalu. Pada saat ia mulai masuk di perusahaan tersebut, pihak perusahaan meminta saya untuk menandatangani suatu surat pernyataan untuk ikut menjaminkan diri atau ikut bertanggung jawab apabila suami saya memiliki masalah tentang penagihan-penagihan dari pelanggannya. Pihak perusahaan menjelaskan kepada saya, hal itu dilakukan dikarenakan banyak sales-sales terdahulu yang menggelapkan uang tagihan dengan cara menghilangkan diri/kabur. Saya memahami itu dan saya menandatanganinya.

Namun entah kenapa, 3 minggu terakhir suami saya pergi entah kemana. Pihak perusahaan telah menanyakannya kepada saya, tapi saya juga tidak tahu dia ada dimana karena sudah 3 minggu ini ia tidak pulang. Pihak perusahaan menjelaskan kepada saya bahwa suami saya telah membawa uang tagihan yang seharusnya disetor kepada perusahaan sebesar Rp 3 juta.

Pihak perusahaan memberikan waktu kepada saya agar suami saya dalam waktu 1 bulan ke depan untuk mengembalikan uang tersebut. Jika tidak, berdasarkan surat pernyataan yang saya tandatangani, saya akan dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana dan perdata atas tindakan suami saya. Jika diperlukan, pihak perusahaan akan menyita sertifikat rumah saya.

Saya benar-benar tidak tahu dimana suami saya berada, dan saya tidak memiliki uang untuk mengganti uang yang katanya dibawa suami saya. Apa yang harus saya lakukan? apakah saya bisa dijerat hukum jika saya tidak memenuhi permintaan perusahaan?

Jawaban:
Tentu saja saya prihatin dengan permasalahan ibu. Dalam kondisi ketersediaan lapangan pekerjaan yang tidak seimbang dengan jumlah pencari kerja, membuat para pekerja berada pada posisi yang sulit. Dalam keadaan tertentu harus selalu menuriti permintaan apapun yang diminta pihak pengusaha, meskipun secara normatif hal tersebut tidak diatur atau tidak diwajibkan. Namun itulah kondisinya.

Surat pernyataan jaminan yang ibu tandatangani sebenarnya pun tidak diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan, namun sepanjang secara substasi disetujui oleh ibu secara sukarela, tanpa paksaan atau ancaman maka isinya mengikat ibu untuk mematuhi isi surat tersebut. Namun, sepanjang yang saya pahami dari uraian ibu, surat itu hanya berisi pertanggungjawaban secara perdata bukan secara pidana. Kalaupun berisi tentang pertanggungjawaban secara pidana, maka dapat dipastikan surat tersebut batal demi hukum karena pertanggungjawaban secara pidana tidak dapat dijaminkan, tidak dapat dialihkan atau tidak dapat di limpahkan kepada orang lain; karena pertanggungjawaban secara pidana adalah pertanggungjawaban secara pribadi/individu.

Sepanjang ibu memiliki kemampuan untuk menutup kerugian yang dialami perusahaan, ibu dapat segera membayarnya agar persoalan tidak berlarut-larut. Jika tidak, ibu tidak perlu mamaksakan diri. Sampaikan saja ketidakmampuan ibu kepada perusahaan.

Permintaan perusahaan untuk menyita sertifikat rumah adalah permintaan yang berlebihan dan tidak dibenarkan secara hukum. Karena nilainya yang tidak seimbang dan perusahaan tidak memiliki kewenangan untuk menyita. Kewenangan menyita hanya dimiliki oleh penegak hukum seperti pengadilan dan kepolisian. Oleh karenanya harus ditolak.

(pida)

Postingan Populer