POLISI AKTOR KEKERASAN DALAM PENEGAKAN HUKUM

Riset yang dilakukan Transparancy International dan jejak pendapat Kompas tahun 2008 menunjukkan bahwa lembaga Kepolisian adalah lembaga yang sangat korup dan tidak dipercayai publik. 50.6% responden menyatakan citra polisi masih buruk. Lebih dari 75% beranggapan bahwa polisi tidak menangani dengan benar kasus-kasus korupsi dan HAM.

Di tingkat Jawa Timur, riset yang dilakukan LBH Surabaya tahun 2009 menunjukkan setidaknya telah terjadi 73 kasus pelanggaran HAM oleh Kepolisian dengan 94 jiwa menjadi korban kekerasan yang dilakukan aparat Kepolisian. Bentuk kekerasan yang terjadi adalah pemerasan, penculikan, pemukulan hingga penembakan (yang mengakibatkan luka, cacat seumur hidup dan kematian). Tidak ada penjelasan atau pemeriksaan yang memadai untuk menguji apakah aksi-aksi pelanggaran HAM tersebut berada pada batas-batas yang diperbolehkan atau tidak, sebagaimana dalam Peraturan Kapolri No.1/2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan Resolusi PBB Nomor 34/169 tanggal 17 Desember 1979 tentang prinsip-prinsip perilaku penegak hukum.

Amnesty International juga mencatat adanya pola pelanggaran polisi terhadap kelompok tertentu dalam masyarakat. Para tersangka kriminal yang hidup dalam komunitas yang miskin dan tersisihkan, terutama kaum perempuan dan pelaku pelanggaran berulang kali/recidivis, menderita pelanggaran HAM secara tak proporsional termasuk penggunaan kekuatan berlebihan yang dalam sejumlah kasus menyebabkan terjadinya penembakan mematikan, penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya pada saat penangkapan, interogasi, dan penahanan; serta akses tak memadai terhadap perawatan medis pada saat berada dalam tahanan polisi.

Paling tidak ada 4 persoalan utama yang menyebabkan masih tingginya angka pelanggaran HAM oleh Kepolisian tersebut, yakni :
1.       Rendahnya kultur dan komitmen penghormatan HAM yang dimiliki aparat kepolisian. Secara historis institusi Kepolisian memiliki darah militerisme yang kental ketika menjadi bagian dari ABRI. Mental instan dalam penegakan hukum, menyebabkan banyak aparat yang mencari jalan pintas untuk menegakkan hukum;

2.      Tidak adanya institusi atau sistem pengawasan dan penegakan hukum di internal polisi yang bekerja secara transparan dan akuntabel. Hal tersebut menyebabkan proses hukum yang berjalan secara internal tidak dapat diakses/dimonitoring oleh publik. Bahkan, banyak pelanggaran HAM yang terjadi serta merta dilegitimasi secara membabi buta tanpa ada upaya pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan proposionalitasnya;

3.      Belum adanya gerakan masyarakat sipil yang secara serius dan terorganisir untuk menentang segala bentuk kekerasan terutama yang dilakukan aparat kepolisian. Perlu dilakukan upaya-upaya sistematis untuk menghentikan pelanggaran HAM, sekaligus untuk melakukan dokumentasi, pendidikan kritis pada masyarakat, pengawasan dan kampanye tentang HAM;

4.      Belum tumbuhnya daya kritis masyarakat terhadap pelanggaran HAM oleh Kepolisian semakin membuat polisi semakin percaya diri untuk melakukan apapun, termasuk melakukan pelanggaran HAM. Bahkan, masyarakat justru cenderung membenarkan pelanggaran HAM, larut dengan logika polisi, yakni demi penegakan hukum.

Secara normatif, institusi Kepolisian telah banyak mengakomodir prinsip-prinsip penghormatan hak azasi manusia, sebagaimana yang termasuk dalam Undang-undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri No.1/2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.

Regulasi di tingkat nasional, Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap Kovenan Internasional Tentang Hak-hak Sipil Politik. Di dalam konstitusi, banyak prinsip perlindungan hak azasi manusia yang telah diakomodir dengan cukup baik. Indonesia juga memiliki Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Artinya, secara normatif telah banyak memberikan pengakuan, perlindungan dan jaminan tentang hak azasi manusia.

Diperlukan kekuatan masyarakat sipil yang terus menerus menjadi aktor utama untuk melakukan kontrol dan monitoring penegakan hukum yang dilakukan Kepolisian. Sekaligus menjadi media informasi dan transformasi hak-hak sipil dan keluhan bagi masyarakat luas. (Saiful Arif)

(umu)

Postingan Populer