MELINDUNGI PASAR TRADISIONAL
Pertumbuhan minimarket modern seperti Indomaret dan Alfamart, atau hyper-market seperti Carrefour dan Giant di Surabaya (dan kota besar lainnya) sebagai representasi pasar modern, 5 tahun terakhir, secara nyata mempengaruhi perekonomian di tingkat lokal maupun nasional. Bahkan mereka juga telah merubah watak konsumen, dimana pertimbangan harga bukan lagi pertimbangan utama tetapi kenyamanan dan gaya hidup.
Per-tahun 2009 ini, di Surabaya telah tercatat lebih dari 210 minimarket tersebar di 31 Kecamatan di Surabaya ini. Artinya, rata-rata setiap kecamatan terdapat 7 minimarket. Jumlah tersebut belum termasuk jumlah super/hyper-market yang mencapai 10 gerai. Jumlah ini akan terus bertambah seiring semakin gencarnya pembangunan mall-mall baru di Surabaya.
Perlu juga dicermati pola sebaran minimarket dan supermarket tersebut nampak sekali tidak terkendali. Di kawasan Surabaya Selatan misalnya, di sini berdiri 48 % persen dari keseluruhan pasar modern yang ada di Surabaya. Hal ini mengindikasikan, tidak ada regulasi yang mengatur sebaran pasar modern. Dengan kata lain, pertumbuhan pasar modern di Surabaya bergerak begitu liberal.
Perlu juga dicermati pola sebaran minimarket dan supermarket tersebut nampak sekali tidak terkendali. Di kawasan Surabaya Selatan misalnya, di sini berdiri 48 % persen dari keseluruhan pasar modern yang ada di Surabaya. Hal ini mengindikasikan, tidak ada regulasi yang mengatur sebaran pasar modern. Dengan kata lain, pertumbuhan pasar modern di Surabaya bergerak begitu liberal.
Sebagai entitas yang merepresentasikan kekuatan ekonomi kapitalis, tidak ada yang salah dengan fenomena tersebut. Justru hal tersebutlah, salah satu goal mereka. Modal yang besar menjadi kekuatan inti mereka, selain kelihaian mereka untuk membangun sebuah jaringan/kerajaan bisnis seluas dan sebanyak mungkin, hingga ke pelosok-pelosok pedesaan sekalipun.
Di sisi yang lain, nyaris tidak ada yang berubah dengan pasar-pasar tradisional kita, tetap kumuh, becek, bau tak sedap, sampah, pengelolaan asal-asalan, sempit dan seterusnya. Keberadaan pasar-pasar tradisional yang sering kali disebut-sebut bahkan disanjung-sanjung menjelang pemilu ini, menjadi lawan yang tak sepadan bagi pasar-pasar modern yang secara terbuka menjual barang-barang/produk yang sama, konsumen yang sama serta harga yang relatif sama bahkan lebih murah.
Jumlah pasar tradisional di Surabaya saat ini tercatat 81 pasar. Hampir semua pasar tersebut, 15 tahun terakhir tidak tersentuh pembenahan fisik sama sekali, maka tidak aneh apabila kondisinya sangat memprihatinkan. Sekali lagi, memprihatinkan.
Serupa dengan nasib pasar tradisional, toko/warung eceran milik masyarakat kampung pun semakin merana karena semakin jarang dikunjungi pembeli karena minimarket-minimarket telah berdiri ‘di sebelah’ atau ‘berhadap-hadapan’ dengan toko/warung mereka. Padahal mereka berharap banyak toko/warungnya dapat memberikan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sekarang, bukan tambahan penghasilan yang mereka dapatkan, melainkan kerugian yang harus mereka terima.
Melihat kenyataan tersebut, keberadaan pasar modern dan pasar tradisional tidak layak disebut sebagai sebuah persaingan, akan tetapi lebih pada praktek dominasi pasar modern terhadap pasar tradisional. Kalaupun keberadaan 2 jenis pasar tersebut tetap dianggap sebagai persaingan, maka persaingan tersebut harus disebut sebagai persaingan yang sama sekali tidak sehat.
Pemerintah harus segera melakukan langkah-langkah strategis untuk melindungi pasar tradisional dari serbuan pasar modern yang membabi buta sekarang ini, diantaranya dengan :
Pertama, menciptakan regulasi perijinan. Sebagai ring pertama pengendalian keseimbangan pasar modern-tradisional, perijinan merupakan poin penting. Regulasi perijinan berkaitan dengan pemenuhan dokumen-dokumen administrasi yang meliputi Ijin Usaha Perdagangan, IMB dan ijin HO serta perijinan khusus lainnya.
Kedua, regulasi penataan. Regulasi ini harus diterapkan simultan dengan dokumen-dokumen perijinan. Termasuk dalam penataan ini adalah regulasi zonasi pasar modern-tradisional. Terdapat beberapa term zonasi ini, diantaranya zonasi kawasan, zonasi rasio penduduk serta zonasi jarak.
Kebijakan zonasi kawasan saat ini banyak diterapkan di negara-negara Eropa seperti Finlandia, Swiss, Swedia dan Bulgaria, yang efektif mereduksi gesekan antara pasar tradisional dan pasar modern, dimana terdapat kawasan-kawasan tertentu yang memang diperuntukkan untuk pasar modern dan tradisional. Secara normatif, sistem zonasi kawasan sudah diakomodir dalam Perpres 112 Tahun 2007, dimana terdapat kawasan-kawasan khusus untuk pasar modern maupun tradisional. Namun prakteknya, zonasi kawasan ini tidak diterapkan dengan baik, maka tidak heran banyak minimarket-minimarket berdiri di tengah-tengah perkampungan, bahkan banyak langsung berhadap-hadapan dengan pasar tradisional.
Zonasi rasio jumlah penduduk perlu juga dipertimbangkan dalam pemberian ijin pasar modern. Tidak adanya zonasi ini, mengakibatkan di wilayah tertentu menumpuk begitu banyak pasar modern, sehingga tidak sebanding dengan pangsa pasar, yang otomatis mematikan pangsa pasar tradisional yang lebih dulu ada. Proporsi rasio dapat dilakukan misalnya, dalam setiap jumlah penduduk 500 ribu jiwa hanya dapat dibangun 1 super/hypermarket dan 2 ritel swalayan. Tidak seperti yang terjadi saat ini, dalam 1 kecamatan dapat berdiri 4 super/hyper-market dan 10-15 minimarket, padahal penduduknya tidak lebih dari 350 ribu jiwa.
Zonasi jarak atau radius minimal sangat penting diterapkan, agar tidak terjadi penumpukan pasar modern di wilayah tertentu, yang hanya akan merugikan pengelola pasar dengan modal dan pengelolaan terbatas. Misalnya dalam radius 5 km dari pasar tradisional tidak boleh didirikan pasar modern.
Salah satu persoalan penting yang juga harus diatur adalah ketentuan jam operasional pasar modern. Pasar modern harus diikat dengan ketentuan jam operasional yakni agar tidak beroperasi pada saat pasar tradisional masih beroperasi/buka. Atau paling tidak, ada jam-jam tertentu dimana pasar tradisional dapat bernafas lega tanpa harus bersaing dengan pasar modern. Tidak seperti saat ini, banyak pasar modern yang buka pukul 7 pagi hingga jam 11 malam, bahkan banyak yang buka 24 jam.
Ketiga, regulasi pengawasan dan penegakan hukum. Bahwa ketentuan-ketentuan perijinan dan penataan tersebut di atas merupakan konsep normatif yang harus direalisasi di lapangan secara konsisten dan berwibawa. Pemerintah Kota harus memiliki instrumen pengawasan dan penegakan hukum, semata-mata untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, adil dan manusiawi. Tanpa pengawasan dan penegakan hukum, pasar tradisional akan tetap menjadi bulan-bulanan bagi pasar modern.
Tidak seperti yang sering kali terjadi saat ini, Satpol PP hanya perkasa di depan pelaku pasar tradisional (PKL), tapi pelanggaran oleh minimarket dan supermarket tidak pernah disentuh dengan dalih macam-macam meski jelas-jelas melanggar hukum.
Keempat, regulasi pembinaan pasar-pasar tradisional. Mau tidak mau, suka tidak suka pasar tradisional harus diberikan treatmen khusus agar mampu berkembang dan bersaing dengan pasar modern. Pemerintah harus mempunyai program-program pembinaan, diantaranya : mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan pasar tradisional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola pasar tradisional; memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi pasar tradisional; mengevaluasi pengelolaan pasar tradisional.
PD Surya sebagai pengelola pasar tradisional di Surabaya harus segera dibenahi. Ia tidak boleh hanya sekedar sebagai ‘Event Organiser’ bagi pedagang pasar tradisional atau sekedar ‘tukang tagih retribusi atau sewa stan’, yang tidak peduli dengan pengembangan dan pembinaan pedagang pasar tradisional. PD Surya harus pula bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pertumbuhan pasar tradisional di Surabaya, agar bukan sekedar bisa bertahan tetapi mampu bersaing dengan pasar modern.
Tanggung jawab besar sekarang berada di tangan Walikota Surabaya untuk segera meng-operasionalisasi-kan perlindungan pasar tradisional tersebut ke dalam peraturan-peraturan daerah yang lebih detail dan aplikable. Sehingga Pemerintah Kota dapat melepaskan stigma bahwa Pemerintah Kota hanya punya satu solusi atas problematika pasar tradisional dan masyarakat miskin, yakni GUSUR !!!
(Dimuat di Kompas pada 18 Agustus 2009)
(Saiful Arif)
(umu)
(Saiful Arif)
(umu)