DITIPU PENGACARA
Pertanyaan:
Nama saya Yanto 35 tahun,
menjadi korban penipuan sebuah perusahaan yang katanya bisa memberangkatkan
saya ke USA dan bisa bekerja di sana. Saya diminta membayar biaya visa dan
keberangkatan sebesar Rp 45 juta. Saya memenuhi biaya tersebut dengan 2 kali
mengangsur dengan harapan 3 bulan ke depan saya bisa berangkat ke USA. Namun
pada saat yang dijanjikan, pemberangkatan tidak juga dilakukan. Awalnya
dikatakan bahwa visa saya ditolak. Saya diminta menunggu 4-5 bulan. 3 bulan
kemudian visa saya telah terbit, namun belum ada penjelasan kapan saya bisa
berangkat.
Setelah 1 tahun berjalan, saya tidak juga diberangkatkan. Saya mulai panik, saya kemudian mencoba menelusuri kantor pusatnya di Surabaya ternyata perusahaan tersebut fiktif. Saya kemudian meminta bantuan seorang advokat di Surabaya untuk menangani kasus saya, dengan harapan uang saya bisa kembali. Saya dimintai fee penanganan 15 juta, saya menyetujuinya dengan membayar 2 tahap. Pengacara itu menjanjikan ada beberapa upaya hukum yang akan dilakukan, yakni pidana dan perdata.
Namun hingga 6 bulan berjalan, saya tidak melihat ada upaya yang dilakukan oleh pengacara tersebut. Kemudian saya berinisiatif menghubungi dia. Setelah beberapa kali saya kesulitan menghubungi dia, akhirnya saya bisa menemuinya secara kebetulan di sebuah acara. Saya menanyakan kabar perkembangan penanganan, namun dia justru menyalahkan saya karena tidak pernah menghubunginya. Bahkan saya dimintai uang untuk tambahan penanganan, dia meminta uang 10 juta lagi. Saya sangat keberatan dengan tambahan uang tersebut karena saya pikir pembayaran fee 15 juta yang lalu belum ada penanganan sama sekali. Dia mengakui sendiri bahwa belum ada yang telah ia lakukan karena berbagai alasan, yang menurut saya mengada-ada.
Setelah 1 tahun berjalan, saya tidak juga diberangkatkan. Saya mulai panik, saya kemudian mencoba menelusuri kantor pusatnya di Surabaya ternyata perusahaan tersebut fiktif. Saya kemudian meminta bantuan seorang advokat di Surabaya untuk menangani kasus saya, dengan harapan uang saya bisa kembali. Saya dimintai fee penanganan 15 juta, saya menyetujuinya dengan membayar 2 tahap. Pengacara itu menjanjikan ada beberapa upaya hukum yang akan dilakukan, yakni pidana dan perdata.
Namun hingga 6 bulan berjalan, saya tidak melihat ada upaya yang dilakukan oleh pengacara tersebut. Kemudian saya berinisiatif menghubungi dia. Setelah beberapa kali saya kesulitan menghubungi dia, akhirnya saya bisa menemuinya secara kebetulan di sebuah acara. Saya menanyakan kabar perkembangan penanganan, namun dia justru menyalahkan saya karena tidak pernah menghubunginya. Bahkan saya dimintai uang untuk tambahan penanganan, dia meminta uang 10 juta lagi. Saya sangat keberatan dengan tambahan uang tersebut karena saya pikir pembayaran fee 15 juta yang lalu belum ada penanganan sama sekali. Dia mengakui sendiri bahwa belum ada yang telah ia lakukan karena berbagai alasan, yang menurut saya mengada-ada.
Apakah tindakan pengacara ini
dapat dibenarkan? bagaimana sesungguhnya mekanisme atau besaran pembayaran
biaya fee pengacara yang benar? apa yang harus saya lakukan?
Jawaban:
Perlu pak Yanto ketahui bahwa
hubungan antara pengacara dan klien dilandasi oleh saling percaya satu sama
lain, namun bukan berarti kita percaya begitu saja. Harus ada saling kontrol
dan komunikasi. Ada kalanya klien yang terlalu percaya dengan pengacara, bisa
dimanfaatkan oleh pengacara-pengacara yang tidak profesional. Begitu juga
sebaliknya, tidak jarang pengacara yang tertipu oleh klien, terkait dengan
pemenuhan pembayaran.
Hal tersebut menggambarkan
betapa hubungan klien dan pengacara sejauh mungkin harus terukur dalam sebuah
kontrak tertulis, mengenai kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang telah
disepakati kedua belah pihak. Saya sering menemui, karena sangat percaya,
hubungan klien dan pengacara hanya ditandai oleh sebuah kwitansi kecil, yang
sama sekali tidak memadai untuk mengakomodasi hak dan kewajiban kedua belah
pihak.
Tindakan pengacara yang
menggantung penanganan perkara tanpa memberikan informasi kepada klien untuk
jangka waktu yang lama tidak dapat dibenarkan. Pengacara profesional akan
segera melakukan upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dan komunikasi kepada klien
terhadap capaian-capaian yang telah dilakukannya.
Pasal 4 huruf (i) Kode Etik Advokat Indonesia yang menyatakan :
“Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang
dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada
saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi
bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 huruf a”
Tidak ada standar pembiayaan
penanganan perkara oleh pengacara, namun pengacara dilarang meminta
pembiayaan-pembiayaan yang tidak perlu/mengada-ada atau yang terlalu membebani
klien. Artinya, mengukur besaran pembiayaan biasanya ditentukan pada berat ringannya
perkara, nilai publisitas perkara, lokasi perkara, jam terbang pengacara, ruang
lingkup penanganan, seberapa banyak pengacara yang terlibat, durasi penanganan
dan lain-lain.
Saya menangkap ada indikasi
pelanggaran kode etik pengacara pada kasus pak Yanto. Saya menyarankan pak
Yanto untuk membuat surat pengaduan kepada dewan kehormatan advokat indonesia
dimana pengacara tersebut bernaung. Perlu bapak ketahui, saat ini setidaknya
ada 2 organisasi advokat di Indonesia yakni Peradi dan KAI.
(pida)