DITEMBAK POLISI

Pertanyaan:
Saudara ipar saya bernama Ahmad menjadi korban kekerasan aparat kepolisian Probolinggo. Pada tanggal 10 Desember, Ahmad bersama 12 orang lainnya sedang bermain judi dadu di sebuah pekarangan di desa Besi. Tiba-tiba datang 4 orang yang mengaku kepolisian Probolingo datang dan mengeluarkan tembakan peringatan ke 13 orang yang sedang bermain judi. Karena kaget, mereka berhamburan melarikan diri kecuali Ahmad dan seorang bandar yang posisi duduknya terlalu dekat dengan posisi kedatangan 4 orang polisi. Ahmad kemudian ditangkap secara kasar, Ahmad dipukuli oleh 4 orang polisi. Tidak tahu kenapa seorang polisi mengarahkan tembakan ke arah Ahmad, yang mengenai kepala bagian belakang. Ahmad langsung tidak sadar diri dan kritis di lokasi kejadian.

Tidak lama kemudian, 2 orang polisi membawa Ahmad ke puskesmas karena Ahmad sangat kritis dengan mengendarai sepeda motor. Tanpa disadarinya, kaki Ahmad terseret di jalan hingga 6 kilometer. Sesampai di puskesmas, 3 jari kaki Ahmad habis karena terseret aspal jalan. Dokter kemudian mendiagnosis bahwa Ahmad mengalami kebutaan permanen pada kedua mata, lumpuh pada tangan dan kaki kanan dan jari kaki kiri terpotong. Kebutaan dan kelumpuhan diakibatkan oleh rusaknya jaringan syaraf di otak Ahmad akibat terjangan peluru.


Kemudian saya melaporkan kejadian ini ke P3D Polres Probolinggo, dan mendapatkan surat tanda lapor. Setelah itu kami sekeluarga disibukkan dengan merawat Ahmad di rumah sakit. Biaya perawatan di rumah sakit ditanggung oleh kepolisian, namun dengan standar pelayanan jamkesmas. Selebihnya, kami membiayai sendiri.

Setelah 6 bulan berlalu, Saya mendapat surat panggilan dari Polres Probolinggo untuk dimintai keterangan. Namun Polres Probolinggo selalu membatalkan pemeriksaan dengan berbagai alasan.

Keluarga menuntut agar Polres Probolinggo bertanggung jawab penuh atas semua biaya pengobatan, perawatan dan biaya hidup. Akibat peristiwa tersebut, kehidupan keluarga Ahmad menjadi berantakan, mengingat Ahmad adalah tulang punggung keluarga 1 istri dan 2 orang anak yang masih sekolah di SMP dan SD. Praktis saat ini Ahmad lumpuh total, karena tidak dapat beraktivitas apapun.

Apakah tindakan Polres Probolinggo melakukan kekerasan terhadap ahmad dapat dibenarkan? bagaimana pertanggung jawaban hukum Polres Probolinggo atas kejadian tersebut?

Jawaban:
Saya sangat prihatin dengan kejadian yang menimpa Ahmad. Kejadian tersebut membuktikan bahwa budaya kekerasan masih menjadi senjata bagi kepolisian dalam penegakan hukum. Kekerasan dalam hal apapun tidak dapat dibenarkan, apalagi dalam penegakan hukum.

Dalam kasus ini, saya melihat polisi telah melakukan dominasi penegakan hukum dimana ia bertindak sebagai penyidik, penuntut, mengadili dan mengeksekusi secara bersamaan. Ini adalah tragedi hukum yang sebenarnya banyak terjadi, terutama di daerah-daerah yang jauh dari pantauan pers.

Hal tersebut sama sekali tidak dapat dibenarkan. Aparat polisi secara melakukan tindakan brutal tersebut dan kepolisian secara institusi harus bertanggung jawab atas persoalan ini. Upaya anda melaporkan ke P3D sangat tepat. Anda tinggal memastikan bahwa proses pemeriksaan oleh P3D berjalan dengan benar dan adil.

Upaya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya publikasi media sehingga kasus ini dapat terekspose ke masyarakat, sekaligus menjadi tekanan kepada kepolisian untuk bertindak lebih profesional.

Menurut saya, institusi kepolisian harus menindak aparatnya yang telah berlaku brutal tersebut, namun kepolisian harus juga menanggung segala kebutuhan yang dibutuhkan Ahmad selama perawatan di rumah sakit dan pasca perawatan. Karena Ahmad adalah tulang punggung keluarga, sedangkan akibat kejadian tersebut Ahmad mengalami kelumpuhan, maka kepolisian harus menjamin segala kebutuhan keluarga.

Perlu juga Anda lakukan, mengadukan persoalan ini ke Komnas HAM untuk dapat menginvestigasi kasus ini. Dengan kapasitas sebagai mediator, Komnas HAM dapat memfasilitasi Anda untuk menuntut kerugian materiil dan immateriil yang Ahmad derita.

(pida)

Postingan Populer